Senin, 15 Juli 2013

Perlindungan Anak

Kata "Perlindungan" bila berdiri sendiri tentu akan berbeda maknanya bila disatukan dengan kata Anak yaitu menjadi Perlindungan Anak.  Kata Perlindungan sendiri sangat bersentuhan dengan penjaminan bahwa sesuatu yang dilindungi akan terbebas dari hal yang membuat tidak nyaman, dari hal yang membuat kerusakan.
Pengertian Perlindungan Anak di dalam UU N0.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diartikan sebagai segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Dengan demikian pada dasarnya Anak harus dilindungi karena Anak mempuyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap seluruh penyelenggara Perlindungan Anak yaitu orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Sudah barang tentu masing-masing mempunyai peran dan fungsinya yang berbeda dimana secara keseluruhan, satu sama lain saling terkait di bawah pengertian Perlindungan sebagai payungnya.
Pengertian Anak di dalam Undang-Undang adalah seseorang yang berusia dibawah 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sering terjadi anak yang dalam kandungan tidak dihitung sebagai anak. Misalnya ketika seorang ibu sedang mengandung anak yang ke dua, yang bersangkutan mengatakan bahwa ia mempunyai anak satu orang dan tidak menghitung anaknya yang sedang dikandung karena yang dianggap hitungan anak adalah yang terlihat sudah ada, Padahal anak yang dikandungpun mempunyai hak-haknya agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik saat dalam kandungan maupun saat dilahirkan. Untuk mencapai hal tersebut tentunya Anak dalam kandungan harus mempunyai asupan gizi yang baik melalui ibunya, kasih sayang dan pedindungan dari berbagai hal yang dapat menghambat tumbung kembang janin. Di pihak lain kesehatan ibu pun menjadi sangat penting baik secara fisik maupun non fisik.
Dapat disimpulkan Anak harus dilindungi baik di wilayah domestik maupun publik, baik dalam situasi damai maupun konflik. Berangkat dari wilayah domestik, berapa banyak anak yang mengalami tindak kekerasan dari orangtuanya sendiri yang melegitimasi hal itu sebagai alat untuk mendidik sehingga dianggap suatu kewajaran semata. Dilanjutkan dalam wilayah publik berapa banyak juga anak yang mengalami tindak kekerasan dan diskriminsi. Semisal di sekolah mengalami tindak kekerasan dari pihak sekolah yang seyogyanya sekolah adalah tempat yang nyaman bagi anak. Alih-alih dianggap sebagai alat untuk menjunjung kedisiplinan. Berapa banyak elemen-elemen masyarakat lainnya melakukan tindakan yang sama. Begitu juga pemerintah dan negara yang harus memfasilitasi kebutuhan Anak dari aspek hak sipil, pendidikan, kesehatan dan pengasuhan alternatif ketika anak menghadapi masalah dalam bentuk sarana dan prasarana seringkali melakukan yang sebaliknya.
Dari sini dapat kita lihat bahwa Anak belum lagi menjadi pertimbangan utama dalam mewujudkan Perlindungan karena Anak belum dilihat sebagai subjek tetapi objek orang-orang dewasa dimanapun fungsi dan peran mereka sebagai Penyelenggara Perlindungan Anak. Hal ini disebabkan pemahaman ataupun perspektif Anak yang belum baik dalam memahami siapa Anak. Kendati kita sudah memiliki Undang-Undang, lnstrumen lnrternasional yaitu Konvensi Hak Anak yang sudah diratifikasi sejak tahun 1990 yang membuat kita terikat secara yuridis maupun politis untuk mengikuti seluruh ketentuan yang ada, namun kekuatan secara kultural yang kurang berwawasan anak jauh lebih mendominasi.
Empat Prinsip dasar Konvensi Hak Anak yang menjadi Azas dan tujuan Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak belum dipahami secara benar yaitu 1) non diskriminasi, 2) kepentingan terbaik bagi anak, 3) hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan, 4) penghargaan terhadap pendapat anak. Keempat hal ini harus menjadi roh dari setiap tindakan apapun dari seluruh Penyelenggara Perlindungan Anak dalam memberikan pemenuhan Hak-Hak mereka.
Bila hal ini diabaikan maka kekerasan dan diskriminasi terhadap Anak akan menjadi langgeng. Untuk itu sangat diperlukan edukasi, pelatihan atau bentuk lain dari pemajuan Hak Anak agar dapat melakukan Perlindungan Anak secara maksimal. Anak harus dijadikan pusat pertimbangan utama dalam melakukan tindakan apapun oleh seluruh penyelenggara perlindungan anak. (Dra. Magdalena Sitorus)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar